Nasional

Respon Ucapan Presidan, ICJR Minta Pemerintah Hapus Pidana Mati di RUU Narkotika

Koranriau.co.id-

Respon Ucapan Presidan, ICJR Minta Pemerintah Hapus Pidana Mati di RUU Narkotika
Ilustrasi.(MI)

INSTITUTE for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta pemerintah untuk menghapuskan pidana mati dalam rancangan Revisi Undang-Undang (RUU) Narkotika. Permintaan itu sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang mengkui bahwa dirinya antipidana mati dalam wawancara bersama tujuh jurnali senior dan pemimpin redaksi media nasional baru-baru ini.

Peneliti sekaligus Plt Direktur Eksekutif ICJR Maidina Rahmawati mengingatkan, pendekatan peran terhadap narkotika yang seolah melegalkan penggunaan pidana mati sama sekali tak sejalan dengan komitmen global tentang kebijkan kontrol narkotika. Bagi ICJR, perang terhadap narkotika adalah pendekatan usang yang mesti ditinggalkan.

“Kebijakan tersebut justru melanggengkan peredaran gelap narkotika tanpa control demand, serta melahirkan aparat penegak hukum yang koruptif,” ujarnya lewat keterangan tertulis yang diterima Media Indonesia, Rabu (9/4).

Berdasarkan catatan ICJR, sepanjang 2023, ada 89% tuntutan dan putusan pidana mati yang berasal dari kebijakan narkotika. Selain itu, 69% terpidana mati berada dalam deret tunggu eksekusi yang juga berasal dari kebijakan yang sama. ICJR menyoroti ada pelanggaran hak atas peradilan yang adil bagi kasus pidana mati, khususnya dari kasus narkotika.

Pelanggaran itu berasal dari klaim penyiksaan yang kebanyakan berasal dari kasus narkotika. Jika Prabowo menyatakan pidana mati tak dapat dilaksanakan karena masih akan selalu ada potensi kesalahan, Maidina berpendapat seharusnya Presiden memerintahkan untuk menghapus tujuh ancaman pidana mati yang terkandung dalam UU Narkotika saat ini.

“Presiden juga dapat menyegerakan penghapusan pidana mati dengan mempercepat pengubahan hukuman atau komutasi pidana mati bagi paling tidak 110 orang yang sudah dalam deret tunggu pidana mati lebih dari 10 tahun,” terang Maidina.

Sebelumnya, Presiden Prabowo mengatakan bahwa meskipun proses hukum yang berujung pidana mati sudah benar 99%, masih tetap akan ada 1% kesalahan yang mungkin terjadi. Presiden juga mengaku khawatir dengan bahaya narkotika bagi generasi muda bangsa. 

Kebijakan perang terhadap narkotika yang berlaku di Indonesia sampai saat ini dinilai terbukti gagal dalam mengurangi peredaran narkotika itu sendiri. Menurut Maidina, kebijakan tersebut justru berdampak pada tingginya angka pengguna narkotika sebesar 3,6 juta dengan angka prevalensi mencapai 1,95%.

Di sisi lain, hal itu juga telah menyebabkan meningkatnya beban lembaga pemasyarakatan (LP) sampai lebih dari 220% karena pengguna narkotika justru dikirim ke rumah tahanan ataupun LP. Berbagai laporan yang dihimpin ICJR, sambung Maidina, mengungkap terjadinya pemesaran kepada pengguna narkotika oleh aparat penegak hukum.

“Terjadi pemerasan kepada pengguna narkotika oleh aparat penegak hukum untuk mendapatkan rehabilitasi, fasilitas yang layak dalam proses hukum, bahkan diperas untuk keluar dari proses hukum seperti yang terjadi di awal tahun 2025 saat warga negara Malaysia diperas oleh sejumlah polisi atas dugaan menjadi pengguna narkotika,” terangnya.

Bagi Maidina, komitmen Prabowo untuk menyelamatkan anak bangsa dari dampak buruk narkotika perlu diterjemahkan dengan kebijakan dekriminalisasi bagi pengguna narkotika. Caranya, dengan memastikan penggunaan narkotika yang ditandai dengan penguasaan narkotika dalam batas tertentu untuk direspon secara ajeg dengan pendekatan kesehatan, bukan penghukuman.

(Tri/P-3)

 

Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/758624/respon-ucapan-presidan-icjr-minta-pemerintah-hapus-pidana-mati-di-ruu-narkotika

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *