Koranriau.co.id-

SETELAH puasa Ramadan, umat Islam dianjurkan melakukan puasa sunah di bulan Syawal. Ada empat hal yang akan dibahas pada tulisan kali ini.
Pembahasan tentang puasa Syawal terkait dalil hukumnya dan beda pendapat mazhab, nilainya seperti puasa setahun, orang yang tidak berpuasa Ramadan, dan niat puasa Syawal. Berikut penjelasannya.
Dalil puasa sunah Syawal
Syariat disunahkan puasa Syawal ialah hadis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentang itu. Beliau bersabda:
من صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا من شَوَّالٍ كان كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Barang siapa berpuasa Ramadan, kemudian melanjutkannya dengan enam hari di bulan Syawal, ia seperti berpuasa sepanjang tahun. (HR Muslim).
Al-Imam An-Nawawi menjelaskan makna hadis tersebut.
فِيهِ دَلَالَةٌ صَرِيحَةٌ لِمَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَدَاوُدَ وَمُوَافِقِيهِمْ فِي اسْتِحْبَابِ صَوْمِ هَذِهِ السِّتَّةِ وَقَالَ مَالِكٌ وَأَبُو حَنِيفَةَ يُكْرَهُ ذَلِكَ قَالَ مَالِكٌ فِي الْمُوَطَّأِ مَا رَأَيْتُ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ يَصُومُهَا قَالُوا فَيُكْرَهُ لِئَلَّا يُظَنَّ وُجُوبُهُ وَدَلِيلُ الشَّافِعِيِّ وَمُوَافِقِيهِ هَذَا الْحَدِيثُ الصَّحِيحُ الصَّرِيحُ وَإِذَا ثَبَتَتِ السُّنَّةُ لَا تُتْرَكُ لِتَرْكِ بَعْضِ النَّاسِ أَوْ أَكْثَرِهِمْ أَوْ كُلِّهِمْ لَهَا وَقَوْلُهُمْ قَدْ يُظَنُّ وُجُوبُهَا يُنْتَقَضُ بِصَوْمِ عَرَفَةَ وَعَاشُورَاءَ وَغَيْرِهِمَا مِنَ الصَّوْمِ الْمَنْدُوبِ قَالَ أَصْحَابُنَا وَالْأَفْضَلُ أَنْ تُصَامَ السِّتَّةُ مُتَوَالِيَةً عَقِبَ يَوْمِ الْفِطْرِ فَإِنْ فَرَّقَهَا أَوْ أَخَّرَهَا عَنْ أَوَائِلِ شَوَّالٍ إِلَى أَوَاخِرِهِ حَصَلَتْ فَضِيلَةُ الْمُتَابَعَةِ لِأَنَّهُ يَصْدُقُ أَنَّهُ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ
Hadis tersebut menunjukkan terdapat dalil yang jelas bagi mazhab Syafii, Ahmad, Dawud, dan para ulama yang sependapat dengan mereka tentang anjuran berpuasa enam hari di bulan Syawal. Sementara itu, Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa puasa tersebut makruh.
Imam Malik dalam kitab Al-Muwaththa’ berkata, “Aku tidak melihat seorang pun dari ahli ilmu yang berpuasa enam hari di bulan Syawal.” Mereka (ulama yang memakruhkan) beralasan bahwa puasa ini dapat menyebabkan kesalahpahaman mengenai kewajibannya.
Dalil yang digunakan oleh Imam Syafii dan para pendukungnya adalah hadis shahih yang jelas mengenai keutamaan puasa ini. Mereka juga berpendapat bahwa jika suatu sunah telah tetap berdasarkan dalil yang sahih, ini tidak boleh ditinggalkan hanya karena sebagian atau mayoritas orang tidak mengamalkannya.
Adapun alasan yang menyatakan bahwa puasa ini bisa disalahpahami sebagai wajib, ini dapat dibantah dengan perbandingan kepada puasa Arafah, Asyura, dan puasa sunah lain yang juga memiliki keutamaan tetapi tidak dianggap wajib. (Syarh Shahih Muslim Juz 8 Hal 56).
Makna seakan-akan berpuasa sepanjang tahun
Yang dimaksud berpuasa setahun penuh ialah seakan-akan berpuasa fardu satu tahun penuh. Al-Imam Al-Mubarokfuri menjelaskan hal ini.
ولأبي داود فكأنما صام الدهر يعني إذا صام مدة عمره وإلا ففي أي سنة صام كان كصيام تلك السنة، وفي حديث ثوبان عند ابن ماجه وغيره كان تمام السنة، أي كان صومه تمام السنة إذا الستة بمنزلة شهرين بحساب ﴿من جاء بالحسنة فله عشر أمثالها﴾ [الأنعام: ١٦٠] وشهر رمضان بمنزلة عشرة أشهر. وقد جاء ذلك مصرحا عند النسائي من حديث ثوبان ولفظه جعل الله الحسنة بعشر أمثالها، فشهر بعشرة أشهر، وصيام ستة أيام بعد الفطر تمام السنة، ولابن خزيمة صيام شهر رمضان بعشرة اشهر، وصيام ستة أيام بشهرين فذلك صيام السنة.
Dan dalam riwayat Abu Dawud disebutkan, “Seakan-akan ia berpuasa sepanjang masa,” yakni jika ia berpuasa seperti itu sepanjang hidupnya. Jika tidak, di tahun apapun ia melakukannya, ia mendapatkan pahala seperti berpuasa setahun penuh.
Dalam hadis Tsauban yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lainnya disebutkan, “Itu merupakan penyempurna tahun,” yaitu puasanya menjadi penyempurna tahun karena enam hari di bulan Syawal setara dengan dua bulan berdasarkan perhitungan firman Allah, “Barang siapa berbuat kebaikan, baginya 10 kali lipatnya.” (QS. Al-An’am: 160).
Bulan Ramadan dihitung seperti 10 bulan. Hal ini dijelaskan secara tegas dalam riwayat An-Nasa’i dari hadis Tsauban, “Allah menjadikan satu kebaikan bernilai 10 kali lipatnya. Karenanya, satu bulan dihitung sebagai 10 bulan dan puasa enam hari setelah Idul Fitri menyempurnakan (pahala) satu tahun.”
Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah disebutkan, “Puasa bulan Ramadan bernilai seperti 10 bulan dan puasa enam hari setara dengan dua bulan, sehingga totalnya menjadi puasa satu tahun penuh.” (Mir’atul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih Juz 7 Hal 63).
Bolehkah yang tidak berpuasa Ramadan berpuasa Syawal?
Dalam hal ini terdapat dua mazhab. Pertama, mazhab Syafii mengatakan puasa 6 hari di bulan Syawal disunahkan bagi siapapun, baik mereka yang berpuasa di bulan Ramadan ataupun tidak puasa.
Kedua, mazhab Imam Ahmad mengatakan, “Tidaklah disunahkan berpuasa Syawal kecuali bagi mereka yang berpuasa Ramadan.”
Disebutkan dalam kitab Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaiytiyyah Juz 28 Hal 92-93 sebagai berikut.
وَمَذْهَبُ الشَّافِعِيَّةِ: اسْتِحْبَابُ صَوْمِهَا لِكُل أَحَدٍ، سَوَاءٌ أَصَامَ رَمَضَانَ أَمْ لاَ، كَمَنْ أَفْطَرَ لِمَرَضٍ أَوْ صِبًا أَوْ كُفْرٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ، قَال الشِّرْبِينِيُّ الْخَطِيبُ: وَهُوَ الظَّاهِرُ، كَمَا جَرَى عَلَيْهِ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ، وَإِنْ كَانَتْ عِبَارَةُ كَثِيرِينَ: يُسْتَحَبُّ لِمَنْ صَامَ رَمَضَانَ أَنْ يُتْبِعَهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ كَلَفْظِ الْحَدِيثِ. وَعِنْدَ الْحَنَابِلَةِ: لاَ يُسْتَحَبُّ صِيَامُهَا إِلاَّ لِمَنْ صَامَ رَمَضَانَ.
Mazhab Syafiiyyah berpendapat bahwa puasa enam hari di bulan Syawal disunahkan bagi setiap orang, baik yang telah berpuasa Ramadan maupun tidak. Ini termasuk bagi mereka yang tidak berpuasa Ramadan karena sakit, masih kecil, kekafiran sebelumnya, atau alasan lain.
Asy-Syarbini Al-Khatib berkata, “Ini pendapat yang lebih kuat sebagaimana yang dianut oleh sebagian ulama mutaakhkhirin (ulama belakangan).” Meskipun banyak ulama yang menyatakan dalam lafaznya bahwa disunahkan bagi orang yang telah berpuasa Ramadan untuk melanjutkannya dengan enam hari di bulan Syawal sebagaimana yang disebutkan dalam hadis.
Sedangkan menurut mazhab Hanbali, puasa enam hari Syawal tidak disunahkan kecuali bagi mereka yang telah berpuasa Ramadan.
Dua niat puasa Syawal
Tempat niat di hati sehingga saat melafalkan niat, di dalam hatinya mesti menyatakan maksud (qashad), dalam hal ini berpuasa Syawal. Untuk memantapkan hati tersebut, ulama menganjurkan seseorang untuk melafalkan niatnya.
Berikut lafal niat puasa Syawal.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلّهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adaa i sunnatis Syawwali lillahi ta’aalaa.
Aku berniat puasa sunah Syawal esok hari karena Allah.
Adapun seseorang yang berniat di pagi hari hingga sebelum Zuhur, dianjurkan membaca lafal niat berikut.
نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma hadzal yaumi ‘an adaa i sunnatis Syawwali lillahi ta’aalaa.
Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah.
Demikianlah pembahasan tentang puasa sunah Syawal. Semoga bermanfaat. (I-2)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/ramadan/758448/puasa-syawal-dalil-hukum-beda-pendapat-mazhab-dua-niat