Nasional

Potret Pilu Pendidikan di Pedalaman Kutai Barat, Banyak Guru Hanya Lulusan SMA

Koranriau.co.id-

Potret Pilu Pendidikan di Pedalaman Kutai Barat, Banyak Guru Hanya Lulusan SMA
Para guru di wilayah pedalaman Kutai Barat yang tengah melanjutkan pendidikan di Universitas Terbuka Kalimantan Timur.(MI/Yovanda I)

GURU adalah pilar utama pendidikan karena punya peran strategis bagi kemajuan suatu bangsa, tak terkecuali para pendidik di daerah terpencil.

Namun di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, akses terhadap pendidikan yang berkualitas masih menjadi tantangan besar. Dampak keterbatasan itu dapat dilihat dari tingginya jumlah guru yang masih berstatus hanya lulusan SMA.

Meski pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidik, kenyataan di lapangan menunjukkan para pengajar yang bertugas di daerah pedalaman sering kali tidak memiliki kualifikasi pendidikan yang memadai.

“Berdasarkan Data Dapodik per tanggal 4 Maret 2025, jumlah guru yang lulusan SMA sebanyak 850 Guru,” kata Robertus Bandarsyah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kabupaten Kutai Barat, Jumat (21/3).

Ia menjelaskan, keterbatasan akses dan infrastruktur, serta akses transportasi dan kondisi geografis yang sulit, membuat banyak guru enggan bekerja di daerah-daerah terpencil. Sehingga, sekolah-sekolah di pedalaman terpaksa menerima guru dengan hanya berlatar belakang pendidikan SMA.

Tidak hanya itu, kondisi sosial dan ekonomi juga menghambat. Terkadang, gaji atau tunjangan yang diberikan kepada guru di daerah terpencil belum cukup untuk mengimbangi tantangan hidup yang mereka hadapi di sana.

“Ada lagi yang harus dipikirkan, yakni keterbatasan fasilitas pendidikan. Sekolah di daerah pedalaman kebanyakan memiliki fasilitas yang terbatas. Ini tentu saja memengaruhi motivasi dan kinerja para guru,” sebut Robertus.

Padahal, lanjutnya, kebutuhan guru di wilayah Kabupaten Kutai Barat sangat besar. Menurut data yang diambil dari Ruang Talenta Guru, berdasarkan analisa beban kerja, Kutai Barat masih membutuhkan 371 Guru, terutama di daerah pedalaman.

Pemerintah Kutai Barat dan berbagai organisasi non-pemerintah telah berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan di pedalaman. Para guru dibekali berbagai pelatihan dan beasiswa pendidikan. Namun, perjalanan untuk mengatasi ketimpangan pendidikan itu masih panjang dan memerlukan perhatian serta dukungan lebih dari berbagai pihak.

“Beragam kebijakan dan inisiatif telah diambil seperti insentif tambahan bagi guru yang bekerja di daerah terpencil, menyediakan pelatihan dan pengembangan profesi, serta berusaha memperbaiki kondisi infrastruktur dan fasilitas pendidikan,” paparnya.

Berharap bantuan CSR

Untuk membuka akses pendidikan di wilayah pedalaman, Kabupaten Kutai Barat juga mengandalkan bantuan program CSR (Corporate Social Responsibility) dari perusahaan-perusahaan tambang batu bara yang ada di Kabupaten Kutai Barat. Salah satunya perusahaan PT Bharinto Ekatama (BEK).

Perusahaan itu ikut menyekolahkan belasan guru di wilayah pedalaman, seperti di Kecamatan Damai, tepatnya di Kampung Besi, Kampung Bermai dan Kampung Muara Bunyut. Tidak hanya beasiswa penuh, mereka juga diberi bantuan uang saku selama menjadi mahasiswa di Universitas Terbuka Kalimantan Timur.

“PT BEK ikut berperan dalam memperbaiki kualitas pengajaran di daerah terpencil. Itu tentu sangat berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan,” sebut Robertus.

Dia berharap, perusahaan-perusahaan tambang yang ada di Kutai Barat dapat melakukan hal yang sama. Sebab, program itu sekaligus menunjukkan itikad perusahaan yang tidak hanya fokus pada keuntungan, tetapi juga peduli terhadap pembangunan sumber daya manusia yang berkelanjutan.

“Seharusnya dapat menjadi contoh bagi perusahaan lainnya untuk berkontribusi lebih banyak dalam pembangunan sosial, terutama dalam bidang pendidikan yang akan membawa perubahan jangka panjang bagi masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Departemen Pengembangan Komunitas (Comdev) PT PT Bharinto Ekatama Kristinawati mengatakan, pihaknya melihat kurangnya kulaifikasi pendidikan bagi para tenaga mengajar di wilayah kerja PT PT Bharinto Ekatama. Agar program pemberdayaan masyarakat bidang pendidikan tepat guna, pihaknya mengambil langkah dengan menyekolahkan para guru yang masih berstatus SMA di Universitas Terbuka.

“Contohnya di Kampung Besiq, di wilayah itu nyaris tidak ada guru yang mau mengajar. Kalau pun ada, itu hanya lulusan SMA. Karena itu mereka diberi program beasiswa agar kualifikasi pendidikan mereka memadai,” katanya.

Dijelaskan Kristina, jumlah guru dan jumlah sekolah di Kecamatan Damai masih timpang. Dari data yang dia terima, kebutuhan guru saat ini sangat mendesak, baik jenjang TK/PAUD hingga SMP.

Pihaknya bahkan ikut mencari warga yang ingin menjadi guru untuk kemudian disekolahkan. Jika ada yang berhenti mengajar di tengah jalan, kontrak beasiswanya akan diputus.

“Contohnya tadi, tidak ada orang yang mau mengajar di pedalaman. Kita cari orang yang mau mengajar di sana seperti di Kampung Besiq supaya ketersediaan guru di banyak sekolah tercukupi. Kita tidak mengikat kontrak, namun dibutuhkan konsistensi, yakni menjadi pengajar di sekolah di area kerja kami,” ungkapnya. (E-1)

Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/nusantara/754406/potret-pilu-pendidikan-di-pedalaman-kutai-barat-banyak-guru-hanya-lulusan-sma

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *