Koranriau.co.id-

KEMENTERIAN Pertanian (Kementan) menegaskan, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak yang terjadi belakangan ini tidak akan mengganggu ketersediaan daging sapi di pasaran. Pasalnya, tingkat kematian ternak karena PMK sangat rendah dan PMK tidak terjadi di semua daerah.
“Tidak mengganggu daging sapi di pasaran,” terang Agung Suganda, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan, saat membuka Workshop Kolaborasi Sistematis Penanganan dan Pengendalian Wabah Penyakit Mulut dan Kuku, Sabtu (11/1).
Pihaknya telah memetakan PMK dengan membaginya ke tiga zona, yakni zona merah dengan kasus kategori tinggi, yaitu Provinsi Lampung, Pulau Jawa, Bali, dan NTB.
Zona kuning dengan kasus sedang meliputi Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, dan Pulau Sulawesi. Zona hijau dengan tidak ada kasus PMK meliputi NTT, Pulau Maluku, dan Pulau Papua.
“Yang zona hijau inilah yang harus kita jaga agar PMK tidak masuk,” ucapnya. Ia mengatakan, populasi sapi di Indonesia masih di atas 13 juta ekor.
Sebanyak empat juta dosis vaksin PMK juga sudah disediakan dan bisa langsung dikirimkan ke daerah yang mengajukan permintaan. Ia mengatakan, dalam tahun ini, vaksinasi PMK akan dilakukan dua kali, yaitu pada Januari dan Februari serta Juli dan Agustus.
Ia mengatakan, kasus PMK dilaporkan terjadi di 1.834 desa, 678 kecamatan, 84 kabupaten/kota, di 11 provinsi. Kasus PMK dari 28 Desember 2024 sampai 9 Januari 2025 mencapai 14.630 ekor ternak sakit, 123 potong paksa, dan 338 mati.
“Masyarakat tidak perlu panik, PMK tingkat kematiannya di bawah 2 persen,” terang dia. Terlebih lagi, kasus PMK tahun ini jauh lebih rendah dibanding pada 2022.
Selain vaksinasi, pemerintah bersama stakeholder terkait juga terus berupaya melakukan pengendalian PMK secara cepat dengan biosecurity dan pengawasan lalu lintas ternak.
Jika ditemukan hewan ternak yang mengalami PMK, hewan tersebut harus segera diisolasi dan diobati. Lokasi hewan ternak tersebut, seperti kandang ataupun pasar hewan, harus didisinfeksi selama empat hari.
Ia pun meyakinkan, kebutuhan daging sapi untuk masyarakat bisa dicukupi. Pasalnya, kebutuhan daging sapi di Indonesia tidak hanya dicukupi dari sapi lokal. Indonesia masih mengimpor sapi, baik dalam bentuk daging sapi maupun sapi bakalan.
“Insya Allah kita bisa melewati ini dan sekali lagi kita siap menghadapi puasa dan Lebaran tahun 2025 dengan ketersediaan daging sapi yang cukup termasuk juga untuk Idul Adha,” terang Agung.
Di sisi lain, Fakultas Peternakan (Fapet) UGM telah berkolaborasi dengan Fakultas Kedokteran Hewan UGM untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) penanggulangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Dekan Fapet UGM, Prof. Ir. Budi Guntoro, S.Pt., M.Sc., Ph.D., IPU., ASEAN Eng., menjelaskan Satgas ini dibentuk melihat situasi dan kondisi kasus PMK di DIY dan Nasional yang terus meningkat.
“Fakultas Peternakan mempunyai SDM mahasiswa yang siap diterjunkan untuk sosialisasi biosecurity,” terang dia.
Sebagai Ketua Forum Perguruan Tinggi Peternakan, Budi pun meminta kampus-kampus yang lain membentuk Satgas Penanggulangan PMK. (S-1)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/nusantara/733846/penyakit-mulut-dan-kuku-tak-akan-ganggu-ketersediaan-daging-sapi-di-pasaran