Koranriau.co.id-

Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyorot pembunuhan enam guru dan tenaga Kesehatan serta pembakaran empat sekolah oleh kelompok bersenjata OPM di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan.
Menurutnya ini adalah serangan brutal terhadap masa depan Papua yang bukan sekadar soal nyawa yang hilang, tetapi penghancuran harapan, dan penyerangan terhadap hak asasi manusia dan kehadiran negara di sektor paling mendasar: pendidikan.
“Kelompok yang mengaku bagian dari TPNPB-OPM kerap menuduh korbannya sebagai mata-mata. Ini pola lama yang terus diulang—tuduhan yang digunakan untuk membenarkan kekerasan, menebar ketakutan, dan memperkuat posisi mereka di tengah masyarakat yang sudah lama dilanda krisis kepercayaan,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Minggu (23/3).
“Tak ada pembenaran apa pun untuk membunuh warga sipil. Apalagi mereka yang bekerja di garis depan kemanusiaan. Tuduhan sepihak tak bisa dijadikan dasar untuk menghilangkan nyawa. Ini bukan perjuangan—ini terorisme,” lanjutnya.
Fahmi mengatakan adapun saat ini pandangan terhadap konflik Papua sering kali kurang proporsional.
Negara sering dipandang sebagai pelaku utama kekerasan, sementara tindakan brutal kelompok bersenjata dipandang sebagai ekspresi perlawanan.
“Padahal bagaimanapun, kekerasan terhadap warga sipil tetaplah pelanggaran HAM, siapa pun pelakunya—baik negara maupun aktor bersenjata non-negara,” ucap dia.
Ia melihat pemerintah dan TNI pun memiliki kekhawatiran akan reaksi negatif dari dunia luar dan tudingan pelanggaran HAM, terutama bila terjadi ekses kekerasan oleh aparat keamanan.
“Sudah saatnya pendekatan keamanan di Papua dievaluasi secara serius. Polri perlu lebih fokus dalam melindungi masyarakat, memelihara kamtibmas dan menegakkan hukum. Sementara TNI perlu diarahkan untuk menangani kelompok separatis bersenjata dengan pendekatan yang terukur, profesional, dan akuntabel sesuai ketentuan UU,” jelas dia.
Sebelumnya, OPM Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dalam keterangan mereka mengaku bertanggungjawab atas tewasnya enam guru dan tenaga kesehatan di Distrik Anggruk, Yahukimo dan mengatakan tersebut dilakukan oleh Ohyon Elambu bersama Yosua Sobolim, anggota kelompok bersenjata yang berbasis di Anggruk dan Sisipia, Yahukimo.
Mereka menuding para korban guru dan tenaga kesehatan tersebut sebagai mata-mata militer Indonesia. OPM dengan bangga menegaskan mereka tak akan membiarkan aksi mata-mata yang menyaru sebagai guru maupun tim medis.
OPM menyebut aaksi pembunuhan enam guru dan tenaga medis tersebut sebagai reaksi. Pemimpin TPNPB-OPM Kodap XVI Yahukimo Elkius Kobak memberikan perintah kepada para kombatannya untuk menargetkan para guru dan tenaga medis, setelah mendengar siaran televisi yang menayangkan ucapan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto tentang peran TNI di Papua. Menurut OPM, Panglima TNI menyampaikan bahwa para anggota militernya berdinas di Papua sebagai guru-guru dan tenaga-tenaga medis. (H-2)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/754745/pengamat-soroti-kasus-pembunuhan-guru-nakes-serta-pembakaran-sekolah-oleh-opm-di-papua-pegunungan