Nasional

Menyelamatkan Matoa Pohon Ikonik Papua di Hari Bumi Sedunia

Koranriau.co.id-

Menyelamatkan Matoa Pohon Ikonik Papua di Hari Bumi Sedunia
Buah matoa baru panen di halaman Rumah Dokter Ghina Zuhaira(MI/AMIRUDDIN ABDULLAH REUBEE)

KALA sang surya begitu cerah menyinari bumi, pekarangan Madrasah Tsanawiyah Negeri 7 Pidie, Aceh, tampak begitu asri diwarnai berbagai pepohonan rindang. Ada pohon jati super, jati emas, cemara laut hingga pohon mangga muda. Selasa (22/4), Kepala Madrasah Aliyah (MA), Tsanawiyah (MTs), Ibtidaiyah (MI) dan Kepala Kantor Agama Kecamatan (KUA) se-Kabupaten Pidie, berkumpul di pekarangan MTsN 7. Kumpulan tersebut juga dihadiri Kasubbag Tata Usaha Tarmizi, Kasi Pendidikan Madrasah Saifuddin, Kasi Pondok Pesantren H Ihsan, Kasi Pendidikan Agama Islam Asrizal, Kasi Bimbingan Masyarakat Teungku Isafuddin, serta Penyelenggara Zakat dan Wakaf Irwan Rasyidin.

Kedatangan mereka untuk ikut memperingati hari Bumi Sedunia ke-55 dengan melakukan penanaman perdana pohon Matoa di pekarangan gedung MTSN 7 Kecamatan Padang Tiji. Lokasinya persis di depan Gerbang Jalan Tol Seksi 1, Sigli-Banda Aceh. Penanaman pohon ikonik Papua itu menjawab imbauan Menteri Agama Nasaruddin Umar yaitu menanam satu juta pohon, diawali di hari bumi 22 April 2025. Sebanyak 700 pohon Matoa disebar lokasinya yakni pekarangan perkantoran Kementerian Agama Pidie, Kantor Kepala Urusan Agama (KUA) dan seluruh madrasah di kabupaten pesisir selatan Malaka tersebut. 

Kepala Kantor Kementerian Agama (Ka Kan Kemenag) Kabupaten Pidie H Abdullah AR mengatakan pohon tersebut akan menghijaukan pekarangan madrasah, halaman kantor KUA dan komplek perkantoran Kemenag Pidie. "Di Pidie ada 74 Madrasah Negeri terdiri dari 8 MAN, 13 MTsN dan 53 MIN. Lalu ada 23 Kantor KUA. Kami imbau semua menanam matoa masing-masing paling sedikit lima pohon. Kalau banyak lagi lebih bagus," kaya Abdullah kepada Media Indonesia, Selasa (24/4).

Ini bukan sekadar imbauan tetapi motivasi bagi seluruh jajaraan, dan pihaknya pun ikut membantu mencari bibit unggul. Pasalnya di Aceh untuk mencari bibit matoa tidak semudah di Papua. Karena pohon yang memiliki tekstur berkayu keras dan berdaun panjang itu imasih tergolong jarang di Aceh. Untuk memperolehnya harus menyusuri banyah penangkaran bibit.

"Di tempat-tempat penangkaran benih paling tersedia 6 hingga 15 batang. Hanya dari warga pembudidaya yang tersedia 50 batang. Jadi berapa yang ada harus kita borong semua, walaupun masih banyak yang belum mencukupi. Jangan sampai kelangkaan bibit itu menjadi alasan malas menanam," tuturnya. 

Abdullah berharap kepada Kepala Madrasah, Kepala KUA agar menanam pohon matoa bukan sekadar melaksanakan imbauan tetapi kampanye pada siswa dan masyarakat sekitar. Sehingga mereka paham betapa besarnya manfaat setiap pohon untuk menyambung kehidupan manusia, hewan dan seluruh kehidupan di bumi. Apalagi pepohonan berbuah yang mehasilkan uang sehingga bisa menopang perekonomian keluarga. Bahkan sedapat menetralisir kemurnian udara juga menjadi amalan di hari kemudian.

"Buahnya kita jual ke pasar dapat pahala, dimakan anak istri dapat pahala, bersedekah untuk orang lain dapat pahala. Lalu dimakan burung, digasak musang atau tupai juga dapat pahala. Bahkan dicuri orang asalkan kita ikhlas juga Allah akan melimpahkan pahala dan nanti semakin banyak lagi berbuah. Alasan apa lagi sehingga tidak berlomba-lomba menanam pohon," ucap Abdullah yang juga rajin menanam pepohonan dan sayuran di pekarangan rumah. 

Sementara itu. dokter muda dari Universitas Syiah Kuala (USK) Aceh 
Ghina Zuhaira, menuturkan aksi menanam pohon matoa dalam rangka refleksi Hari Bumi Sedunia ke-55 tahun 2025 merupakan hal unik yang bermanfaat besar. Memiliki pengalaman budi daya tanaman matoa paling awal di Aceh, Ghina merasakan betul betapa luar biasa khasiat buah yang memiliki rasa perpaduan kelengkeng, rambutan dan berujung aroma durian itu.

Dikatakan Ghina, pohon matoa mulai banyak di tanam di negara tetangga Malaysia. Bahkan di halaman istana raja Putra Jaya dipenuhi pohon matoa yang dilengkapi kursi taman sehingga dapat duduk-duduk di bawahnya. Ghina khawatir pohon asli endemik Papua itu bisa beraslih tangan hak patennya. Sesuai catatan yang dipelajari, buah berwarna merah marun itu bermanfaat untuk kesehatan jantung, menjaga kesehatan kulit berseri, meningkatkan kekebalan tubuh, mengurangi stres atau menenangkat pikiran, memelihara sistem pencernaan, menjaga kesehatan mata, sumber energi alami dan banyak lainnya. 

"Lalu memiliki nutrisi seperti vitamin B kompleks, kalium dan fosfor," kata dokyter yang merupakan alumni SMA Sukma Bangsa Pidie, Rabu (25/4).

"Ayah pertama menanam pohon ini lebih untuk penghijauan dan menyelamatkan jenis tanaman buah Papua. Katanya sebagai lambang persaudaraan dengan Papua di ujung Timur Indonesia dan Aceh paling Barat Sumatra. Setiap musim panen tidak pernah dijual, hanya dibagi-bagi kepada siapa saja" kata Farida Hanum, Mahasiswa FKIP dari USK yang juga adik dari Dokter Ghina Zuhaira.(M-2)

Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/nusantara/763613/menyelamatkan-matoa-pohon-ikonik-papua-di-hari-bumi-sedunia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *