Koranriau.co.id-

NEGARA kita terhubung bukan hanya oleh sejarah kemitraan politik dan kerja sama ekonomi yang kaya, melainkan juga oleh ikatan budaya yang erat. Pada 1950-an dan paruh pertama 1960-an, Uni Soviet banyak berkontribusi dalam pembentukan negara baru Republik Indonesia yang masih muda, memberikan kontribusi yang sangat berharga untuk memperkuat kemampuan pertahanannya, serta membantu meletakkan fondasi ekonomi nasional modern. Namun, dalam pembentukan persahabatan besar di antara kedua bangsa kita, peran yang tidak kalah penting dimainkan hubungan di bidang budaya.
Mereka yang pernah berkunjung ke Jakarta pasti pernah memperhatikan bahwa sebagian besar bentuk dan kontur patung yang menghiasi titik-titik ibu kota Indonesia dibuat dalam gaya realisme sosialis. Tidak mengherankan jika patung-patung tersebut memang diciptakan seniman pemahat Uni Soviet, termasuk Monumen Nasional (Monas) yang megah di pusat kota.
Untuk Asian Games 1962, dengan dukungan Uni Soviet, dibangunlah Stadion Gelora Bung Karno di Jakarta, yang merupakan ‘adik’ Stadion Luzhniki di Moskow. Pada masa itu, Moskow dengan murah hati memberikan hadiah kepada saudaranya, yaitu bangsa Indonesia, mulai kapal perang dan pabrik metalurgi hingga lembaga budaya dan perpustakaan universitas.
Tidak dapat dimungkiri bahwa perhatian besar yang diberikan Presiden Pertama Indonesia Sukarno terhadap isu-isu budaya sangat berkontribusi dalam hal ini. Ia memiliki pemahaman yang mendalam tentang seni, beliau berteman dengan para seniman, mengoleksi karya seni dan yang terpenting, beliau benar-benar memahami makna penting hubungan budaya dalam pengembangan hubungan antarnegara.
Setelah mengetahui kecintaan Sukarno terhadap seni lukis, Nikita Sergeyevich Khrushchev menghadiahkan kepada sahabat dan sekutu seperjuangannya sebuah lukisan karya salah satu pelukis Rusia terbesar pada paruh kedua abad ke-19, yaitu Konstantin Makovsky, sebuah lukisan yang berjudul Perkawinan Adat Rusia (Obsypanie Khmelem).
Pada era yang berbeda, abad ke-21, hadiah ‘kerajaan’ itu menjadi simbol penting dari gelombang baru dalam perkembangan hubungan budaya antara Rusia dan Indonesia yang diwujudkan melalui restorasi lukisan-lukisan bersejarah, bersama dengan karya Makovsky lainnya yang berjudul Bacchanalia (Kahyangan), yang dahulu dibeli Sukarno di Italia.
Kedua lukisan tersebut disimpan di Istana Kepresidenan Bogor tanpa kondisi suhu dan kelembapan yang memadai sehingga pada awal 2000-an terancam rusak total. Putri Presiden Sukarno, yaitu Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat presiden Indonesia meminta bantuan pihak Rusia. Ibu Megawati sungguh prihatin dengan nasib mahakarya yang disebutnya sebagai ‘mutiara Bogor’ itu.
Kebetulan pada Juli 2004, saya tiba di Jakarta untuk menjalani tugas sebagai Deputy Chief of Mission Kedutaan Besar Federasi Rusia di Indonesia hingga kedatangan duta besar baru pada November. Tim restorator lukisan yang memiliki kompetensi tinggi kami datangkan dari St Petersburg dan selama dua bulan mereka bekerja keras dalam kondisi iklim tropis yang tidak mudah untuk menangani lukisan-lukisan berukuran besar (luas masing-masing lukisan mencapai 18 meter persegi!). Berkat proyek restorasi yang unik itu, lukisan-lukisan tersebut akhirnya bisa diselamatkan.
Pada 2000, di Jakarta, seniman kami dari Biro Ekspedisi Kreatif, di bawah pimpinan Vladimir Nikolaevich Anisimov, menyelenggarakan pameran pertama karya seni lukis kontemporer Rusia, yang bertepatan dengan peringatan 50 tahun hubungan diplomatik. Pameran itu merupakan kesuksesan besar dan menjadi pendorong bagi para seniman kita untuk terus berkarya di berbagai kota dan desa di ‘Negeri Sepuluh Ribu Pulau’.
Pameran Koleksi Rusia dibuka di Galeri Nasional oleh istri Presiden RI, Ibu Ani Yudhoyono, pada 2005, dalam rangka perayaan 55 tahun terjalinnya hubungan diplomatik antara Rusia dan Indonesia. Pameran itu menampilkan karya-karya seni lukis, grafis, keramik, serta seni dekoratif dan terapan yang sungguh mengagumkan yang, dan ini bukan berlebihan, berhasil memikat hati para pencinta keindahan Indonesia.
Pada November 2006, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mengunjungi Rusia, sedangkan pada September 2007, dilakukan kunjungan resmi balasan ke Jakarta oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. Hubungan Rusia-Indonesia telah mencapai tingkat baru.
Saya mengenang dengan perasaan hangat tahun-tahun bertugas di Jakarta, baik rutinitas diplomatik, perjalanan keliling negeri, maupun menyelami pesona budaya Indonesia. Namun, yang terutama ialah kerja keras setiap hari yang tak kenal lelah, yang bertujuan semakin memperkuat hubungan bilateral di segala bidang.
Hampir 20 tahun telah berlalu, kini kita tengah merayakan peringatan 75 tahun terjalinnya hubungan diplomatik antara Federasi Rusia dan Republik Indonesia serta peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia.
Sekali lagi, sebuah proyek budaya yang beresonansi membantu memberikan resonansi khusus pada tanggal-tanggal peringatan ini.
Selama enam bulan terakhir, pameran menakjubkan Kalung Khatulistiwa telah ‘berkeliling’ melalui kota-kota Rusia. Inspirasi ideologis dan kekuatan pendorong utamanya ialah Vladimir Anisimov, yang sudah tidak asing lagi bagi pembaca, sekarang menjadi akademisi di Akademi Seni Rusia. Lebih dari 200 karya yang didedikasikan untuk negara sahabat Indonesia telah dipamerkan di museum di Nizhny Tagil, Magnitogorsk, Yekaterinburg, Kurgan, Tyumen, dan Tobolsk. Pameran itu akan diadakan di 15 kota lain di negara kami dan ‘tur’ lintas daerah itu akan diakhiri di Vladivostok.
Rusia dan Indonesia ialah dua negara yang besar dan unik, sebagai mitra dalam BRICS dan negara yang dekat dalam semangat, terhubung satu sama lain oleh sejarah persahabatan yang kuat dan saling membantu, serta bertujuan mengembangkan kemitraan strategis dalam kondisi baru dalam pembentukan dunia multipolar, keduanya merayakan ulang tahun hubungan diplomatik dengan penuh kekuatan dan keyakinan, bahwa hubungan kita memiliki masa depan yang cerah. Selain itu, ikatan budayadi antara masyarakat kita akan semakin kuat.
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/opini/753743/memperingati-75-tahun-hubungan-diplomatik-rusia-indonesia-kalung-mutiara-budaya