Koranriau.co.id-

PANGGUNG musik tanah air memulai 2025 dengan gegap-gempita melalui penampilan sederet musisi internasional. Namun, tingginya antusiasme masyarakat dan permintaan tiket konser ini juga datang dengan masalah penipuan dan praktik curang penjualan tiket konser.
Praktik penipuan penjualan tiket konser sering kali melibatkan identitas palsu di media sosial, memanfaatkan tingginya permintaan tiket di kalangan penggemar musik.
Para oknum yang tidak bertanggung jawab ini juga kerap menggunakan identitas samaran, seperti penyalahgunaan KTP orang lain, untuk mengelabui pembeli, serta rekening bank sementara untuk memproses transaksi.
Pada 2024, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat setidaknya 182 kasus penipuan terkait konser yang dilaporkan, dengan total transaksi mencurigakan mencapai Rp2,3 miliar.
Angka itu melonjak signifikan dari 119 kasus pada 2022, dengan transaksi mencurigakan mencapai Rp735 juta.
Permasalahan lainnya adalah para calo tiket yang menggunakan bot untuk memborong tiket konser ketika penjualan dibuka dan menjualnya kembali dengan harga sangat tinggi.
Praktik ini tidak hanya merugikan para penggemar musik, tetapi juga berdampak pada para promotor acara.
Salah satu contohnya adalah Rizki Aulia, yang lebih dikenal dengan nama Kiki Ucup, promotor konser kenamaan Indonesia.
Kiki Ucup pernah menemukan kejanggalan pada festival musik yang ia selenggarakan pada 2022 dan 2023, Pestapora, yakni lebih dari separuh pembelian tiket tercatat berasal dari domain di Amerika Serikat.
“Ini mengindikasikan bahwa mereka menggunakan bot untuk mendapatkan tiket,” kata Ucup.
Ia menambahkan, “Promotor jadi nggak bisa nge-mapping nih sebenarnya antusias tertingginya dan pembeli tingkat terbanyak tuh ada di mana.”
Ia juga menekankan pentingnya edukasi publik mengenai risiko pembelian tiket konser melalui calo serta perlunya pembenahan sistem penjualan tiket.
Ananda Badudu, musisi dari kelompok musik Banda Neira, juga menekankan perlunya keadilan dan keamanan bagi penggemar musik untuk membeli tiket konser.
“Pemanfaat bot untuk beli tiket konser adalah contoh pemanfaatan teknologi untuk tujuan yang salah. Teknologi tersebut merugikan publik karena orang yang benar-benar hendak membeli tiket atau ikut war tiket akan kalah oleh bot yang dioperasikan oleh calo yang akan menjual ulang tiket dengan harga yang lebih mahal,” tegas Ananda.
Ananda juga menekankan dampak finansial terhadap industri musik,
“Dana dari konsumen seharusnya dimanfaatkan untuk menutup produksi atau memberi profit bagi promotor dan artis untuk menjamin perputaran dan kesinambungan industri, tapi calo menggiringnya ke luar ekosistem sehingga merugikan stakeholder utama dalam industri yakni konsumen, artis, dan promotor,” keluh Ananda.
Di peringatan Hari Musik Nasional, yang jatuh pada 9 Maret, isu tentang akses tiket konser yang aman dan adil menjadi sangat relevan.
Dengan semakin canggihnya penipuan berbasis kecerdasan buatan (AI) dan berkembangnya modus penipuan tiket konser musik, langkah-langkah keamanan yang ada saat ini seperti verifikasi email atau tes CAPTCHA tidak lagi cukup untuk menghentikan bot dan penipu.
Tools for Humanity, sebuah perusahaan teknologi global, menghadirkan teknologi Proof of Human (PoH) melalui World. Teknologi ini dirancang untuk memastikan bahwa hanya manusia asli— bukan bot—yang dapat membeli tiket konser.
Teknologi PoH mengintegrasikan langkah-langkah verifikasi yang mengharuskan pengguna membuktikan identitas mereka sebagai manusia asli secara anonim melalui verifikasi iris mata menggunakan Orb.
Dengan demikian, hampir mustahil bagi pengguna internet untuk membuat akun media sosial palsu atau bot untuk membeli tiket.
Hal ini tentu tidak hanya akan melindungi para penggemar musik dari praktik percaloan dan penipuan tiket, tetapi juga memungkinkan penyelenggara atau promotor acara untuk mendapatkan data penjualan yang lebih akurat.
General Manager Tools for Humanity Indonesia Wafa Taftazani mengatakan, “Proof of Human bukan sekedar solusi teknologi, tetapi juga sebuah langkah nyata untuk membangun ekosistem digital yang lebih adil dan aman bagi semua orang, termasuk komunitas musik di Indonesia. Kami percaya bahwa dengan mengadopsi teknologi ini, para penggemar musik nantinya dapat terlindungi dari penipuan dan pada akhirnya mendukung pertumbuhan industri musik yang lebih sehat.”
Wafa menambahkan, “Kami percaya teknologi Proof of Human dapat menjadi kunci penting untuk melindungi penggemar musik dan bahkan menjaga integritas industri musik. Dengan teknologi ini, kita bisa memastikan bahwa ketika musisi tampil, orang- orang yang mendapatkan tiket merupakan mereka yang benar-benar mengagumi dan mendukung musik mereka.” (Z-1)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/hiburan/750087/masalah-di-industri-musik-penipuan-dan-penggunaan-bot-saat-membeli-tiket