Kenapa Dunia Perpajakan RI Masih Penuh Masalah?
Ekonomi

Kenapa Dunia Perpajakan RI Masih Penuh Masalah?

Koranriau.co.id –


Jakarta, CNN Indonesia

Bank Dunia menemukan sejumlah masalah dalam perpajakan Indonesia. Temuan tersebut disampaikan dalam laporan berjudul Economic Policy: Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia yang diterbitkan 2 Maret 2025.

Setidaknya ada tiga persoalan pajak Indonesia yang ditemukan Bank Dunia dalam periode 2016-2021.

Pertama, ketidakpatuhan pajak. Bank Dunia mengatakan pemerintah Indonesia kehilangan potensi pendapatan Rp546 triliun per tahun imbas ketidakpatuhan pajak.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Potensi hilang pendapatan itu terbagi dari dua sumber. Pertama, pajak pertambahan nilai (PPN) yang nilainya tembus Rp386 triliun.



Kedua, pajak penghasilan (PPh) Badan sebesar Rp160 triliun per tahun.

Masalah kedua terkait pemungutan pajak yang tak efisien. Hal itu terlihat dari rasio penerimaan dari PPN dan PPh Badan yang dianggap relatif rendah dan masih kalah saing dari negara-negara sejawat.

“Menunjukkan kurangnya efisiensi (Pemerintah Indonesia) dalam memungut pajak,” kata Bank Dunia, dikutip Selasa (25/3).

Penyebabnya adalah informalitas pajak di tanah air di mana ada aktivitas yang tidak tercatat resmi sehingga pemerintah tak mampu mengumpulkan pendapatan dari sektor-sektor tersebut. Hal ini kerap disebut underground economy.

Masalah ketiga adalah tax ratio yang sangat buruk.

Tax ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kontribusi penerimaan pajak terhadap perekonomian suatu negara atau wilayah. Rasio ini sering digunakan sebagai indikator seberapa efektif suatu negara dalam memungut pajak dari aktivitas ekonomi dan seberapa besar kontribusi pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut.

Bank Dunia menyebut tax ratio Indonesia sangat buruk, bahkan menjadi salah satu yang terendah di dunia.

“Rasio penerimaan pajak Indonesia (tax ratio) terhadap produk domestik (PDB) Indonesia termasuk yang terendah di dunia, hanya 9,1 persen di 2021. Ini jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara berpenghasilan menengah regional lainnya,” bunyi laporan Bank Dunia.

Bank Dunia lantas membandingkan capaian tax ratio negara-negara lain, seperti Kamboja yang sanggup berada di level 18 persen terhadap PDB. Kemudian, tax ratio Malaysia 11,9 persen, Filipina 15,2 persen, Thailand 15,7 persen, dan Vietnam 14,7 persen.

Lantas apa penyebab karut-marut perpajakan Indonesia?

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai rendahnya kepatuhan pajak berakar pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Ketidakpercayaan ini terjadi imbas penggunaan dana pajak yang banyak tidak transparan, penuh korupsi dan justru malah hanya dinikmati segelintir orang.

Ketidakpercayaan juga muncul imbas sistem perpajakan yang rumit dan birokratis, serta sanksi yang kurang tegas terhadap pelanggar.

Di sisi lain, ketidakefisienan pemerintah dalam pemungutan pajak disebabkan oleh keterbatasan sumber daya, serta kurangnya koordinasi antar instansi yang menghambat efektivitas kebijakan.

[Gambas:Video CNN]

Untuk mengatasi tantangan itu, sambungnya, pemerintahan Prabowo harus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak, menyederhanakan prosedur perpajakan melalui digitalisasi, serta mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pajak dalam pembangunan.

“Selain itu, memperkuat aparat pajak dengan rekrutmen tenaga profesional dan investasi dalam teknologi pengawasan, serta memberantas korupsi dengan kebijakan nol toleransi dan penguatan lembaga pengawas seperti KPK,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (26/3).

Yusuf menambahkan bahwa dengan memastikan koordinasi yang lebih solid antar instansi dan menegakkan sanksi yang tegas bagi pelanggar pajak, sistem perpajakan yang lebih efisien dapat terbangun, kepatuhan wajib pajak meningkat, serta penerimaan negara menjadi lebih optimal.

Sementara itu, Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman menyoroti PPh badan yang kecil. Menurutnya, hal tersebut disebabkan tarif khusus Wajib Pajak UMKM yaitu tarif final 0,5 persen.

Besaran tarif ini jauh di bawah tarif PPh Badan yang diatur di Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yaitu 22 persen.

Padahal kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 62 persen. Artinya, sebagian besar pelaku usaha merupakan UMKM.

“Wajib Pajak UMKM itu jika patuh maka dia bayar hanya 0,5 persen saja. Namun sepanjang pengamatan saya, masih banyak pengusaha UMKM yang belum bayar dan lapor pajak,” katanya.

Raden mengatakan setidaknya ada dua penyebab pengusaha UMKM tidak bayar pajak. Salah satunya, ketidaktahuan kewajiban bayar pajak.

Hal ini seringkali karena kurangnya kampanye dan sosialisasi kewajiban perpajakan bagi mereka. Akibatnya, pengusaha UMKM menganggap yang wajib bayar pajak hanya para pengusaha besar saja.

Penyebab kedua adalah ketidakmauan UMKM membayar pajak.

“Penyebabnya bisa karena motif ekonomi atau karena administrasi pajak yang rumit,” kata Raden.

Dari sisi PPN, sambungnya, pengusaha UMKM juga tidak wajib pungut. Sehingga sedikit yang sukarela menjadi pengusaha kena pajak (PKP). Biasanya pengusaha UMKM yang memilih jadi PKP karena pembelinya instansi pemerintahan atau BUMN yang disebut WAPU (Wajib Pungut).

“Bagi kantor pajak, pemeriksaan Wajib Pajak UMKM sering menjadi masalah. Pertama, Wajib Pajak UMKM umumnya tidak menyelenggarakan pembukuan. Kedua, transaksi dengan uang tunai sehingga susah dilakukan pemeriksaan,” kataya,

Di sisi lain ia menilai pungutan pajak yang tidak efisien juga disebabkan petugas pajak yang tidak optimal. Rasio petugas pajak dengan Wajib Pajak katanya terlalu kecil.

“Karena kurangnya petugas pajak, maka petugas pajak lebih efektif melakukan pemeriksaan terhadap pengusaha besar atau yang memiliki potensi pajak besar secara nominal,” katanya.

(agt)


Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250327062428-532-1213507/kenapa-dunia-perpajakan-ri-masih-penuh-masalah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *