Koranriau.co.id –
Jakarta, CNN Indonesia —
PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN akhirnya mengakui ada penyalahgunaan fungsi lahan mereka di Puncak, Kabupaten Bogor, yang menjadi penyebab banjir parah di Jabodetabek beberapa waktu lalu.
Hal ini bermula dari pernyataan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi setelah serangkaian banjir di wilayahnya. Dia menyebut lahan PTPN yang seharusnya menjadi resapan di hulu justru disulap menjadi tempat wisata Hibisc Fantasy Puncak.
Dedi mempertanyakan alasan BUMN perkebunan itu malah menyewakan lahannya. Dia menyindir PTPN dengan menyarankan mengubah lini bisnis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Jangan jadi PT perkebunan menurut saya. Ganti menjadi PT kontraktor tanah,” kata Dedi melalui media sosial pribadinya, Rabu (5/3).
Dedi memerintahkan pembongkaran tempat wisata yang dikelola anak BUMD PT Jaswita Jabar itu. Langkah itu diikuti turun tangan sejumlah kementerian.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyegel empat lokasi yang dinilai menyalahgunakan fungsi lahan. Selain Hibisc Fantasy, ada Eiger Adventure, pabrik teh dekat Telaga Saat, dan teh di kawasan agrowisata Gunung Mas.
KLH mencatat 33 penyewa lahan PTPN melakukan pengelolaan tidak sesuai dengan dokumen lingkungan. Lahan yang dikelola melebar menjadi 35 hektare dari pengajuan awal 16 hektare.
Direktur Utama PTPN Mohammad Abdul Ghani pun mengakui ada penyalahgunaan fungsi lahan di tanah milik BUMN itu. Hal itu dia akui pada rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu (19/3).
Ghani menjelaskan PTPN memiliki Hak Guna Usaha (HGU) lahan di Gunung Mas Puncak seluas 1.623 hektare (Ha). Sekitar 306,14 ha atau 18,86 persen lahan digunakan sebagai bisnis dengan mitra (BtB).
Dia menyebut PTPN diperbolehkan mengubah kawasan maksimal 6 persen dari total luas lahan. Selain itu, ada ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB) yang mengatur maksimal 30 persen dari kawasan boleh digunakan untuk bangunan.
Menurutnya, banyak mitra PTPN yang membangun di kawasan puncak yang mengubah tata ruang. Bahkan, pengalihan fungsi jauh berbeda dari yang diajukan sejak awal tender.
“Karena PTPN ada lalai, jadi kita harus perbaiki itu. Ke depannya kita introspeksinya seperti itu,” ucap Ghani.
Pengamat tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna menilai kesalahan diawali dari kebijakan PTPN memberikan izin pengelolaan lahan perkebunan menjadi tempat wisata.
Dia berkata pemberian izin itu tidak disertai rencana PTPN mengurangi aliran air hujan ke daerah hilir. Padahal, pengalihan fungsi lahan dari perkebunan menjadi tempat wisata jelas-jelas akan mengurangi serapan air.
“Kenapa PTPN sampai memberikan ruang sampai berani mengubah peruntukannya? Kalau misalnya mengatakan, oh, mereka yang mengelola, lho, kenapa Anda mengizinkan? Kenapa itu terjadi?” kata Yayat saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (21/3).
Yayat menduga PTPN menyewakan lahan-lahan perkebunan karena keuntungan yang besar. Terlebih lagi, mereka tak perlu repot-repot melakukan pengelolaan karena semua ditangani mitra.
Menurutnya sebenarnya hal itu tak masalah bila PTPN melakukan revitalisasi. Misalnya, melakukan reboisasi, membuat sungai retensi, membangun waduk, atau menerapkan teknologi mutakhir lainnya agar aliran air tak terhambat meski lahan beralih fungsi.
Sayangnya, hal itu tidak dilakukan. Yayat juga menyoroti pengawasan lemah PTPN. Bencana seperti banjir bisa dicegah jika PTPN mengawasi penggunaan lahan oleh mitra dan mencabut izin jika ada pelanggaran.
“PTPN tidak protes, yang melakukan protes adalah gubernur, ya kan?” ucapnya.
Yayat berpendapat sudah saatnya membatasi PTPN untuk menyewakan lahan perkebunan. Lahan-lahan itu seharusnya digunakan sesuai dengan wilayah kerja mereka.
“Iya dong (harus dibatasi di sektor perkebunan). Kalau PTPN, perusahaan negara, memberi izin, bupati enggak bisa apa-apa sebagai frontline,” ucap Yayat.
Pakar Hukum Lingkungan UGM Totok Dwi Diantoro menyoroti potensi korupsi di balik pengalih fungsian lahan di Puncak, Bogor. Dia menilai dugaan itu relevan jika dikaitkan dengan maraknya bangunan ilegal di Puncak, Bogor. Penegak hukum harus menyelidiki potensi korupsi itu. Menurutnya, potensi korupsi bisa dilacak dari pemberian izin.
“Nah, itu kuat dugaan misalnya ada pengaruh dari level pemerintahan di atasnya, apakah itu bupati, gubernur. Patut juga diselidiki oleh KPK gitu atau oleh kejaksaan,” ujarnya.
Dia berkata pejabat negara bisa saja diseret bila terlibat dalam alih fungsi lahan secara ilegal berdasarkan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Terpisah, Manajer Kampanye Tata ruang dan Infrastruktur WALHI Dwi Sawung berpendapat senada. Pejabat negara mungkin saja diseret ke ranah hukum bila terlibat pengalihan fungsi lahan di Puncak, Bogor.
Ini pernah terjadi saat eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti divonis tujuh tahun penjara karena terbukti menerima suap penerbitan IMB apartemen dan hotel.
“Ini bisa beberapa pejabat yang mengeluarkan izin tidak sesuai pernah dihukum pidana, walaupun izinnya belum tentu dicabut,” ujar Sawung.
(pta)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250321080623-92-1211378/bau-amis-di-balik-alih-fungsi-lahan-ptpn-yang-dituding-picu-banjir