Koranriau.co.id-

MAHKAMAH Internasional (MI) di Den Haag memulai persidangan penting selama lima hari yang bisa menentukan masa depan Israel di dunia internasional. Dalam pembukaan sidang, pengadilan tertinggi PBB itu mengungkapkan kekhawatiran Israel tampaknya berusaha menghancurkan kerangka hukum internasional yang selama ini melindungi hak-hak dasar manusia, dengan dampak yang dapat bergema jauh melampaui Palestina.
Sidang ini diadakan untuk menyusun opini hukum mengenai tanggung jawab kemanusiaan Israel terhadap rakyat Palestina, lebih dari 50 hari setelah Israel memberlakukan blokade penuh terhadap bantuan ke Gaza. Israel memilih tidak hadir dalam persidangan tersebut, namun menyerahkan bukti tertulis yang membela keputusannya untuk memutus hubungan dengan UNRWA, badan PBB yang menangani pengungsi Palestina. Menurut Israel, langkah ini diperlukan setelah adanya dugaan infiltrasi Hamas ke dalam badan tersebut.
Blinne Ní Ghrálaigh, penasihat hukum Palestina, dalam keterangannya di hadapan hakim, menyebut tindakan Israel sebagai “pengingkaran terhadap kewajiban negara yang mencintai perdamaian.” Ia menuding Israel melakukan serangan terhadap hak-hak dasar rakyat Palestina, fasilitas PBB, serta upaya sistematis untuk menghancurkan badan anak PBB, sesuatu yang belum pernah terjadi dalam sejarah PBB. Ní Ghrálaigh memperingatkan jika tindakan ini dibiarkan, akan terjadi keruntuhan tatanan hukum internasional yang selama ini menjadi fondasi hubungan antarnegara.
Dalam pernyataannya, ia mendesak Mahkamah Internasional untuk menegakkan kembali prinsip moral dan hukum yang terkandung dalam Piagam PBB, termasuk memerintahkan Israel untuk membuka akses bantuan kemanusiaan ke Gaza dan melanjutkan kerja sama dengan UNRWA. Ní Ghrálaigh juga melukiskan kondisi Gaza yang memburuk: Rafah yang dulunya menampung hampir 1,5 juta pengungsi Palestina kini menjadi “tanah kosong pasca-apokaliptik.”
Ia menambahkan Gaza saat ini mengalami bencana kemanusiaan, termasuk angka amputasi anak tertinggi di dunia, krisis anak yatim terbesar dalam sejarah modern, serta ancaman stunting yang melumpuhkan generasi muda.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk urusan hukum, Elinor Hammarskjöld, menegaskan pentingnya menghormati kekebalan dan keistimewaan badan-badan PBB seperti UNRWA. Ia memperingatkan tindakan sepihak seperti yang dilakukan Israel bisa mengancam operasional PBB secara keseluruhan.
Hammarskjöld menegaskan jika negara anggota memiliki keluhan tentang netralitas badan PBB, ada mekanisme resmi yang harus diikuti. Ia juga menyiratkan Israel belum menyerahkan bukti sah atas klaim adanya infiltrasi Hamas di UNRWA, meskipun badan-badan PBB telah melakukan pemeriksaan atas tuduhan tersebut.
Sikap keras Israel terhadap sidang ini ditunjukkan Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa’ar, yang menyebut proses hukum ini sebagai bagian dari “persekusi sistematis” terhadap Israel. Dalam bukti tertulisnya ke pengadilan, Israel menyatakan hak kekebalan PBB tidak berlaku jika keamanan nasional negara anggota terancam serius.
Majelis Umum PBB sebelumnya telah meminta Mahkamah Internasional untuk menyusun opini hukum atas kebijakan Israel yang menghentikan kerja sama dengan UNRWA. Akibat kebijakan ini, UNRWA terpaksa menghentikan sebagian besar operasinya di Gaza dan Tepi Barat.
Israel saat ini mengendalikan ketat seluruh bantuan internasional untuk 2,4 juta warga Palestina di Jalur Gaza. Pada 2 Maret lalu, Israel menghentikan semua pengiriman bantuan, memperburuk krisis kemanusiaan di kawasan tersebut. Program Pangan Dunia PBB bahkan menyatakan bahwa mereka telah mengirimkan “stok terakhir” bantuan pangan ke dapur umum di Gaza.
Dalam pernyataannya di pengadilan, perwakilan Palestina, Paul Reichler, menekankan bahwa menurut Konvensi Jenewa, kekuasaan pendudukan seperti Israel wajib tidak hanya menyetujui tetapi juga memfasilitasi skema bantuan bagi penduduk sipil.
Sidang Mahkamah Internasional ini akan mendengarkan pernyataan dari 40 negara dan empat organisasi internasional. Pada hari kedua, Afrika Selatan, yang dikenal sebagai pengkritik keras Israel, dijadwalkan menyampaikan argumennya. Negara ini juga sebelumnya mengajukan tuduhan genosida terhadap Israel dalam sidang terpisah yang hingga kini masih berlangsung. Amerika Serikat, sekutu utama Israel, dijadwalkan berbicara pada Rabu.
Para ahli memperkirakan Mahkamah Internasional membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengeluarkan opini hukumnya. Meskipun keputusan itu tidak bersifat mengikat, dampaknya diperkirakan besar terhadap pengembangan hukum internasional, pemberian bantuan internasional kepada Israel, dan opini publik global. (CNN/Z-2)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/internasional/765875/israel-dituding-rusak-tatanan-hukum-internasional-mahkamah-internasional-gelar-sidang-krusial