Nasional

Punya Potensi Besar, Ekonomi Syariah Justru masih Tertinggal

Koranriau.co.id-

Punya Potensi Besar, Ekonomi Syariah Justru masih Tertinggal
Warga menunjukkan produk olahan sabun dari tanaman lidah buaya di Desa Wisata Semoyo, Gunungkidul, DI Yogyakarta. Bank Syariah Indonesia yang berkolaborasi dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta melakukan pemberdayaan masyarakat dengan membangun desa w(Emporio/Hendra Nurdiyansyah)

SEBAGAI negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam ekonomi syariah. Namun, realisasinya masih jauh dari harapan.

Kepala Center for Sharia Economic Development (CSED) Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nur Hidayah menyoroti kesenjangan itu. Dia memandang filantropi Islam dapat memainkan peran lebih besar untuk mendongkrak kinerja ekonomi syariah dan perekonomian secara umum.

Pasalnya, hingga saat ini geliat ekonomi syariah tampak berjalan di tempat. “Indonesia memiliki 244,7 juta penduduk muslim pada tahun 2025, tetapi pangsa pasar perbankan syariah kita masih stagnan di angka 7%-8% setelah 30 tahun,” kata dia dalam Disksusi Publik bertajuk Overview Ekonomi Ramadhan secara daring, Jumat (21/3).

Selain itu, potensi zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf) yang sangat besar belum dikelola secara optimal. Potensi zakat, misalnya, mencapai Rp327 triliun per tahun, tetapi realisasinya masih jauh di bawah angka tersebut.

Ketimpangan ekonomi juga menjadi tantangan besar. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada September 2024, tingkat kemiskinan Indonesia mencapai 8,57% atau sekitar 24,06 juta orang.

Gini Ratio kita naik dari 0,379 pada Maret 2024 menjadi 0,381 di September. Ini menandakan ketimpangan semakin lebar,” tambahnya.  

Sebagai perbandingan, beberapa negara telah berhasil mengoptimalkan filantropi Islam dalam mendukung perekonomian. Malaysia, misalnya, memiliki sistem zakat yang lebih terorganisasi dengan zakat bersifat mandatori dan dapat mengurangi pajak secara langsung. Sementara di Indonesia, zakat hanya mengurangi penghasilan kena pajak, sehingga kurang menarik bagi wajib zakat (muzaki).

“Filantropi Islam seharusnya menjadi instrumen distribusi kekayaan yang lebih merata,” kata Nur Hidayah.

Dengan pengelolaan yang lebih modern, seperti pemanfaatan teknologi digital dan integrasi dengan investasi, dana zakat dan wakaf bisa lebih berdampak bagi masyarakat.

Studi dari Universitas Indonesia pada 2021 menunjukkan bahwa wakaf dapat meningkatkan produktivitas masyarakat sebesar 15%, sementara riset World Bank pada 2020 menyebut zakat mampu mengurangi kemiskinan hingga 10%.

Namun tantangan utama dalam pengelolaan filantropi Islam di Indonesia adalah rendahnya literasi keuangan syariah. Survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2024 menunjukkan tingkat literasi keuangan syariah baru 39,11%, dengan inklusi keuangan syariah hanya 12,88%.

“Tanpa edukasi yang lebih luas, masyarakat cenderung menyalurkan zakat dan wakaf secara konvensional, bukan melalui lembaga resmi yang lebih transparan dan terstruktur,” jelas Nur Hidayah.  

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan beberapa langkah strategis. Pertama, digitalisasi pengelolaan zakat dan wakaf dengan blockchain dan smart contracts untuk meningkatkan transparansi.

Kedua, memberikan insentif pajak yang lebih menarik bagi muzaki agar lebih banyak dana filantropi yang dikelola secara resmi. Ketiga, memastikan pengawasan lebih ketat oleh OJK terhadap lembaga zakat dan wakaf agar lebih akuntabel.  

“Jika dikelola dengan baik, filantropi Islam bisa menjadi instrumen kuat dalam menghapus kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi inklusif di Indonesia,” pungkas Nur Hidayah. (Mir/E-1)

Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/ekonomi/754404/punya-potensi-besar-ekonomi-syariah-justru-masih-tertinggal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *