Nasional

WhatsApp Bongkar Serangan Spyware Paragon, Jurnalis dan Aktivis Jadi Target

Koranriau.co.id-

WhatsApp Bongkar Serangan Spyware Paragon, Jurnalis dan Aktivis Jadi Target
WhatsApp mengungkap 90 penggunanya, termasuk jurnalis dan aktivis, menjadi target spyware Graphite buatan Paragon Solutions, perusahaan keamanan siber asal Israel.(freepik)

APLIKASI WhatsApp pada Desember berhasil menang atas perusahaan Israel NSO Group, kini kembali menghadapi ancaman perusahaan lain berbasis di Israel. 

Pada akhir Januari, WhatsApp mengungkapkan 90 penggunanya, termasuk beberapa jurnalis dan anggota masyarakat sipil, menjadi target spyware buatan perusahaan Paragon Solutions tahun lalu. Tuduhan ini menimbulkan pertanyaan mendesak tentang bagaimana klien pemerintah Paragon menggunakan alat peretasan canggih ini.

Tiga di antara 90 orang yang diserang ialah seorang jurnalis Italia bernama Francesco Cancellato, pendiri NGO berprofil tinggi yang membantu imigran bernama Luca Casarini, serta seorang aktivis Libya yang berbasis di Swedia bernama Husam El Gomati. 

Lebih banyak informasi kemungkinan akan terungkap dalam waktu dekat, karena para peneliti di Citizen Lab, University of Toronto diharapkan akan merilis laporan teknis baru tentang pelanggaran ini.

Seperti NSO Group, Paragon melisensikan spyware-nya yang bernama Graphite kepada lembaga pemerintah. Jika berhasil digunakan, spyware ini dapat meretas ponsel tanpa sepengetahuan pemiliknya, memungkinkan operator untuk mencegat panggilan telepon, mengakses foto, dan membaca pesan terenkripsi. 

Paragon mengklaim tujuannya sejalan dengan kebijakan AS, yang menetapkan  spyware semacam ini hanya boleh digunakan untuk membantu pemerintah dalam “misi keamanan nasional, termasuk kontraterorisme, pemberantasan narkotika, dan kontraintelijen.”

Dalam pernyataan kepada The Guardian, perwakilan Paragon mengatakan perusahaan memiliki “kebijakan nol toleransi terhadap pelanggaran ketentuan layanan kami.” Ia juga menegaskan semua pengguna teknologi mereka harus mematuhi syarat dan ketentuan yang melarang penargetan jurnalis dan pemimpin masyarakat sipil secara ilegal.

Perusahaan tampaknya bertindak cepat menanggapi kasus yang telah terungkap sejauh ini. The Guardian melaporkan minggu lalu Paragon membatalkan kontraknya dengan Italia karena melanggar ketentuan kesepakatan mereka. Pemerintah Italia menyangkal keterlibatannya dalam penargetan terhadap jurnalis dan aktivis, serta berjanji akan menyelidiki masalah ini.

David Kaye, mantan pelapor khusus PBB tentang kebebasan berekspresi dan opini (2014–2020), mengatakan pemasaran produk pengawasan setara dengan peralatan militer, seperti yang dibuat Paragon, membawa risiko luar biasa terhadap penyalahgunaan.

“Sama seperti spyware Pegasus buatan NSO Group, pemerintah dapat dengan mudah menghindari prinsip dasar supremasi hukum. Meski semua detail belum diketahui, kita melihat kemungkinan skandal penyalahgunaan di Italia, seperti yang telah terjadi di Eropa, Meksiko, dan tempat lainnya,” kata Kaye.

Isu ini tampaknya sangat relevan di AS. Pada 2019, selama pemerintahan pertama Donald Trump, FBI memperoleh lisensi terbatas untuk menguji spyware Pegasus milik NSO Group. FBI mengklaim spyware itu tidak pernah digunakan dalam investigasi domestik, dan tidak ada bukti baik pemerintahan Trump maupun Joe Biden pernah menggunakannya di dalam negeri.

Di tengah meningkatnya laporan penyalahgunaan, termasuk penggunaan spyware NSO terhadap diplomat AS di luar negeri, pemerintahan Biden memasukkan NSO dalam daftar hitam pada 2021. Pemerintah AS menyatakan bahwa alat buatan perusahaan tersebut telah memungkinkan pemerintah asing melakukan represi transnasional dan menjadi ancaman bagi keamanan nasional.

Biden juga menandatangani perintah eksekutif pada 2023 yang membatasi penggunaan spyware oleh pemerintah federal dan hanya memperbolehkannya dalam keadaan tertentu.

Oleh karena itu, mengejutkan ketika Wired melaporkan tahun lalu Badan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) menandatangani kontrak satu tahun senilai US$2 juta dengan Paragon. Kontrak ini dikabarkan dihentikan sementara setelah berita tersebut tersebar, namun statusnya saat ini masih belum jelas. ICE tidak memberikan tanggapan atas permintaan komentar.

Seorang perwakilan Paragon mengatakan perusahaan mereka “berkomitmen penuh untuk mematuhi semua hukum dan peraturan AS” serta mengikuti perintah eksekutif Biden pada 2023. Perwakilan tersebut juga menekankan Paragon kini dimiliki perusahaan AS setelah diakuisisi AE Industrial Partners. Selain itu, mereka memiliki anak perusahaan berbasis di Virginia yang dipimpin John Fleming, seorang veteran CIA yang kini menjabat sebagai ketua eksekutif.

Namun, berbeda dari pemerintahan sebelumnya, pemerintahan AS saat ini secara terbuka menyatakan bahwa mereka akan menggunakan kekuasaan pemerintah untuk melawan musuh politik Trump. Trump berulang kali mengatakan ia ingin menggunakan militer untuk menghadapi “musuh dari dalam.” 

Ia juga menargetkan jaksa yang menyelidikinya, anggota militer, anggota Kongres, agen intelijen, dan mantan pejabat yang mengkritiknya sebagai pihak yang berpotensi dituntut. Meski demikian, ia belum pernah secara eksplisit menyatakan bahwa ia akan menggunakan spyware untuk melawan lawan-lawannya.

Para peneliti dari Citizen Lab dan Amnesty Tech dianggap sebagai pakar terkemuka dalam mendeteksi pengawasan ilegal terhadap masyarakat sipil, yang telah terjadi di berbagai negara demokratis, termasuk India, Meksiko, dan Hongaria. (The Guardian/Z-3)

Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/teknologi/742642/whatsapp-bongkar-serangan-spyware-paragon-jurnalis-dan-aktivis-jadi-target

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *